PROSEDUR PEMBELAJARAN PENJASKES

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah dasar mempunyai banyak kendala-kendala. Pendidikan jasmani masih dianggap mata pelajaran yang kurang penting dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya. Pendidikan jasmani di sekolah dasar mempunyai alokasi jam pelajaran yang masih kurang. Pembelajaran pendidikan jasmani masih cenderung membosankan dan lebih mengarah pada penguasaan keterampilan. Di sisi lain pembelajaran di sekolah dasar secara umum kurang memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan siswa. Sehingga pembelajaran di sekolah lebih cenderung kurang menyenangkan dan tidak sesuai dengan kebutuhan anak. Karena pada dasarnya Pendidikan jasmani itu tidak sebatas melatih perkembangan fisik saja, melainkan lebih dari itu, untuk mencapai perkembangan mental, sosial, intelektual, emosional, moral, spiritual, etik dan estetik.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Proses Belajarar mengajar Pendidikan Jasmani dan Olahraga di SD?
2. Bagaimana Konsep Pengembangan PBM Pendidikan Jasmani dan Olahraga?
3. Apakah Fungsi Fasilitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga
4. Bagaimana Prosedur Pembelajaran?
5. Bagaimana penerapan Prosedur Pembelajaran Pendidikan Jasmani dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.?



BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Proses Belajar Mengajar Pendidikan Jasmani dan Olahraga di SD
Proses belajar mengajar (PBM) merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru dan perilaku peserta didik (Mosston dan Asworth, 1994). Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan jasmani dan olahraga, keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu; (1) tujuan, (2) materi, (3) metoda, dan (4) evaluasi. Di antara beberapa faktor penting untuk mencapai pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang berhasil adalah perumusan tujuan. Pentingnya kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para peserta didik. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah partisipasi peserta didik secara penuh dan merata. Oleh karena itu guru pendidikan jasmani dan olahraga harus memperhatikan kepentingan setiap peserta didik. Interrelasi antara keempat komponen dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) dapat digambarkan sebagai berikut:

Dalam PBM akan terjadi suatu transfer dari guru kepada peserta didik atau sebaliknya. Ada tiga aspek yang terkait dengan transfer belajar, yaitu:
a. Peranan transfer dalam kondisi belajar skill seperti mempertimbangkan drill dalam sepak bola atau memperhatikan hasil latihan melakukan tembakan bebas dalam permainan bola basket dengan melakukan tembakan bebas pada saat bertanding.
b. Bagaimana transfer itu diukur? Transfer ini dapat diestimasi peningkatan atau penurunan keterampilan sebagai hasil dari latihan atau pengalaman dan transfer ini pula dapat bersifat positif atau negatif tergantung pada tugasnya.
c. Transfer sebagai sebuah kriteria untuk belajar. Dalam hal ini ada dua kriteria transfer yaitu: (1)near transfer artinya tujuan belajar yang relatif sama dengan tugas latihan dan (2) far transfer artinya tujuan belajar berbeda dengan kondisi latihan yang sesungguhnya.

2.2 Konsep Pengembangan PBM Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Proses belajar mengajar (PBM) merupakan interaksi berkelanjutan antara perilaku guru dan perilaku siswa (Mosston dan Asworth, 1994). Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar pendidikan jasmani dan olahraga keempat faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu; tujuan, materi, metoda, dan evaluasi. Di antara beberapa faktor penting untuk mencapai pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang berhasil adalah perumusan tujuan. Pentingnya kedudukan tujuan untuk menentukan materi yang akan dilakukan oleh para siswa. Salah satu prinsip penting dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah partisipasi siswa secara penuh dan merata. Oleh karena itu, guru pendidikan jasmani dan olahraga harus memperhatikan kepentingan setiap siswa. Siswa didorong untuk mendapatkan pengalaman belajar adalah berupa pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam membuka pelajaran guru mempersiapkan siswa dengan mengembangkan minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam mempersiapkan siswa guru menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan pelajaran sebelumnya dan aktivitas saat ini atau yang akan datang. Sebenarnya pendidikan jasmani dan olahraga itu memiliki kekayaan yang sangat besar dalam pembelajaran sebagaimana Lutan (1997:7) paparkan yang dikutip dari Rijsdorp sebagai berikut, “Tujuan pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu: (a) pembentukan gerak, (b) pembentukan prestasi, (c) pembentukan sosial, dan (d) pertumbuhan.” Rumusan ini sudah digariskan di dalam kurikulum pendidikan keolahragaan dan GBHN, yaitu:
• Tercapainya pertumbuhan perkembangan jasmani khususnya tinggi badan dan berat badan secara harmonis.
• Terbentuknya sikap dan perilaku disiplin, sportivitas, kerja sama, mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku.
• Menyenangi aktivitas jasmani yang dapat dipakai untuk mengisi waktu luang serta kebiasaan hidup sehat.
• Mempunyai kemampuan untuk menjelaskan tentang manfaat pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan gerak yang benar dan efisien.
• Meningkatkan kesegaran jasmani dan kesehatan, serta daya tahan tubuh terhadap penyakit.
Dengan demikian, tujuan dari pendidikan jasmani dan olahraga adalah untuk mengembangkan kondisi fisik, mental, sosial, moral, spiritual, dan intelektual supaya pengguna lebih mandiri yang sesuai dengan keadaan dirinya. Oleh karena itu untuk mendasari semua tujuan pembelajaran tersebut perlu adanya landasan yang kokoh dalam pendidikan jasmani dan olahraga.
2.3 Fungsi Fasilitas Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Olahraga
Fasilitas ini memiliki fungsi dan peran yang sangat strategis dalam prosedur pembelajaran penjaskes. Dengan alat dan media yang tepat, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan partisipasi anak dalam PBM akan terwujud. Mempersiapkan pendidikan untuk anak SD perlu sesuatu usaha bersama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat. Teridentifikasi dan terpenuhinya alat dan media yang dibutuhkan, maka menjadikan PBM dalam tingkat keberhasilannya. Hal ini dapat mempersiapkan kemandirian anak dalam melakukan aktivitas belajarnya. Pada gilirannya dapat menciptakan generasi yang sukses dalam tugasnya.
Jadi peran dan fungsi alat dan media pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD adalah: (1) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang mampu bersaing dan kerjasama di era globalisasi. (2) Meningkatkan keterampilan dan kualitas fisik untuk mendukung aktivitas sehari-hari. (3) Meningkatkan kemandirian dalam mengikuti intra kurikuler maupun ekstrakurikuler dan belajar di rumah.
Pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD hendaknya menyediakan berbagai fasilitas untuk menunjang berbagai program aktivitas yang akan diajarkan guru. Bucher dan Krotee (2002:309) menjelaskan bahwa, “The activities program in elementary school suggests what facilities should be available.” Dengan tersedianya fasilitas pembelajaran yang memadai akan dapat mengoptimalkan kemampuan guru dalam menunjang proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Apalagi pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga sangat membutuhkan dukungan fasilitas yang memadai guna menghasilkan proses pembelajaran yang optimal. Oleh karena itu fasilitas pembelajaran harus dirancang untuk keseluruhan aktivitas yang mendukung potensi anak yang didasarkan pada tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Rink (1993:17) memaparkan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu: (1) motivasi belajar siswa, (2) kemampuan siswa, (3) kemampuan guru, dan (4) fasilitas pembelajaran. Keempat faktor ini sangat dominan dalam menentukan keberhasilan dalam proses maupun upaya mencapai tujuan pembelajaran di sekolah. Terkait dengan fasilitas pembelajaran, menurut Rink (1993) ada tiga komponen yang harus dipenuhi, yaitu: (1) sarana pokok, (2) sarana pelengkap, dan (3) sarana penunjang. Ketiga sarana ini dapat membantu guru dalam mengoptimalkan program pembelajaran agar mencapai sasaran, yakni terbentuknya kualitas gerak anak serta kemampuan-kemampuan lainnya. Jadi dukungan fasilitas ini mutlak disiapkan oleh sekolah dan guru sebelum proses belajar mengajar dilakukan. Karena eksistensinya sangat dirasakan oleh peserta didik dalam mengikuti berbagai aktivitas yang diprogramkan oleh guru saat PBM pendidikan jasmani dan olahraga berlangsung.
Fasilitas ialah segala sesuatu yang dapat mempermudah atau memperlancar tugas, dan memiliki sifat yang relatif permanen. Salah satu sifat yang relatif permanen tersebut, adalah susah untuk dipindah-pindahkan. Contoh : Halaman sekolah, lapangan sepakbola, lapangan bola basket, lapangan bola voli, gedung serba guna (sport hall), bak lompat jauh, dan sejenisnya. Untuk kepentingan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, prasarana lain yang dpat dimanfaatkan misalnya: ruang kelas yang kosong, parit, selokan, tangga, taman dengan kelengkapannya.
Sebagian besar SD tidak memiliki fasilitas pembelajaran untuk kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang memadai, baik mutu demikian pula jumlahnya. Padahal sarana, prasarana dan media pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam kegiatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. Minimnya fasilitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD, menuntut guru pendidikan jasmani dan olahraga lebih kreatif untuk menciptakan peralatan dan perlengkapan lapangan yang sesuai dengan kondisi siswa dan sekolahnya. Guru yang kreatif akan mampu menciptakan sesuatu yang baru, atau memodifikasi sesuatu yang sudah ada tetapi disajikan dengan cara yang lebih menarik, sehingga anak merasa senang mengikuti pelajaran. Halaman sekolah, ruangan yang kosong, parit, selokan, dan sebagainya yang berada di lingkungan sekolah dapat direkayasa dan dimanfaatkan untuk mengoptimalkan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD.
Dengan melakukan modifikasi fasilitas pembelajaran maupun media pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga tidak akan mengurangi aktivitas siswa dalam melakukan pembelajaran. Malahan sebaliknya, karena siswa akan difasilitasi untuk lebih banyak bergerak serta riang gembira dalam bentuk-bentuk kegiatan berupa pendekatan bermain. Konsep ini memaparkan kondisi dan lingkungan sekolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana, prasarana dan media pengajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD. Di samping itu juga dipaparkan cara membuat atau pengadaan sarana sederhana yang dapat dikembangkan/dibuat dari bahan-bahan yang ada di sekitar lingkungan siswa.
• Modifikasi Fasilitas
Pendidikan jasmani dan olahraga merupakan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas fisik sebagai media utama untuk mencapai tujuan. Bentuk-bentuk aktivitas fisik yang lazim digunakan oleh anak SD, sesuai dengan muatan yang tercantum dalam kurikulum adalah bentuk gerak-gerak olahraga, sehingga pendidikan/jasmani SD memuat cabang-cabang olahraga. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru pendidikan jasmani dan olahraga harus dapat merancang dan melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga sesuai dengan tahap-tahap perkembangan dan karakteristik anak SD. Memodifikasi sarana merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan guru pendidikan jasmani dan olahraga SD, agar siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang.
Lutan (1988) menyatakan, modifikasi dalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga diperlukan, dengan tujuan agar : (1) siswa memperoleh kepuasan dalam mengikuti pelajaran, (2) meningkatkan kemungkinan keberhasilan dalam berpartisipasi, dan (3) siswa dapat melakukan pola gerak secara benar. Pendekatan modifikasi ini dimaksudkan agar materi yang ada di dalam kurikulum dapat disajikan sesuai dengan tahap-tahap perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor anak, sehingga pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD dapat dilakukan secara intensif.
1. Mengapa Dimodifikasi
Keterbatasan fasilitas pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang ada di SD menjadi kendala serius dalam pelaksanaannya. Modifikasi digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD yang dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Menurut Ngasmain dan Soepartono (1997) alasan utama perlunya modifikasi adalah : (1) anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, kematangan fisik dan mental anak belum selengkap orang dewasa, (2) pendekatan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga selama ini kurang efektif, hanya bersifai lateral dan monoton, dan (3) fasilitas pembelajaran pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga yang ada sekarang, hampir semuanya didesain untuk orang dewasa. Aussie (1996) mengembangkan modifikasi di Australia dengan pertimbangan: (1) anakanak belum memiliki kematangan fisik dan emosional seperti orang dewasa, (2) berolahraga dengan peralatan dan peraturan yang dimodifikasi akan mengurangi cedera pada anak, (3) olahraga yang dimodifikasi akan mampu mengembangkan keterampilan anak lebih cepat dibanding dengan peralatan yang standar untuk orang dewasa, dan (4) olahraga yang dimodifikasi menumbuhkan kegembiraan dan kesenangan pada anak-anak dalam situasi kompetitif.
2. Apa yang Dimodifikasi
Komponen-komponen penting dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga dan kesehatan yang dapat dimodifikasi menurut Aussie (1996) meliputi : (1) ukuran, berat atau bentuk peralatan yang dipergunakan, (2) lapangan permainan, (3) waktu bermain atau lamanya permainan, (4) peraturan permainan, dan (5) jumlah pemain. Secara operasional Ateng (1992) mengemukakan modifikasi permainan sebagai berikut : (1) kurangi jumlah pemain dalam setiap regu, (2) ukuran lapangan diperkecil, (3) waktu bermain diperpendek, (4) sesuaikan tingkat kesulitan, dan karakteristik anak, (5) sederhanakan alat yang digunakan, dan (6) ubahlah peraturan menjadi sederhana sesuai dengan kebutuhan, agar permainan dapat berjalan dengan lancar. Pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen yang dapat dimodifikasi sebagai pendekatan dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD adalah : (1) ukuran, berat atau bentuk peralatan yang dipergunakan, (2) ukuran lapangan permainan, (3) lamanya waktu bermain atau lamanya permainan, (4) peraturan permainan yang digunakan, (5) jumlah pemain atau jumlah siswa yang dilibatkan dalam suatu permainan. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan pendidikan jasmani dan olahraga di SD. Sarana yang memenuhi syarat untuk cabang olahraga tertentu, belum tentu memenuhi syarat untuk digunakan oleh anak SD. Modifikasi sarana yang sudah ada atau menciptakan yang baru merupakan salah satu alternatif yang dapat dikembangkan guru sebagai upaya untuk menyesuaikan dengan karakteristik dan perkembangan anak.
3. Modifikasi Sarana Pembelajaran Atletik
Atletik yang diberikan kepada siswa SD, berbeda dengan atletik untuk orang dewasa atau untuk pertandingan. Materi atletik yang diberikan, lebih banyak berorientasi pada pembelajaran pola gerak dasar umum dan pola gerak dasar dominan dari gerak : jalan, lari, lompat dan lempar. Namun tidak lepas dati unsure-unsur gerak nomor-nomor yang diberikan. Oleh karena itu banyak sekali alat atau sarana maupun prasarana yang dapat dimodifikasi untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran atletik di SD. Banyak sarana pembelajaran atletik yang harus dimodifikasi oleh guru agar sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Modifikasi gawang. Salah satu sarana pembelajaran yang sering dimodifikasi dalam atletik adalah gawang. Modifikasi gawang untuk belajar lari gawang dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dibuat dari kayu atau bambu dengan panjang antara 80-100 cm dan ketinggiannya dapat diubah-ubah dari mulai 15 cm sampai 80 cm. Perhatikan modifikasi untuk belajar lari gawang pada gambar 1 di bawah ini. Gerak dasar lari gawang biasa juga dilakukan dengan menata kotak-kotak kardus bekas. Modifikasi Lompat Jauh dan Jangkit. Gerak dasar lompat jangkit dapat dilakukan dengan menggunakan kardus yang ditata sedemikian rupa, baik jarak, formasi maupun tinggi atau lebarnya. Modifikasi tiang dan mistar lompatan. Apabila tiang dan bilah lompat yang diperlukan untuk belajar lompat tinggi tidak ada, guru dapat memodifikasinya dengan menggunakan bambu atau kayu bekas. Tiang diberi penyangga agar tidak jatuh dan diberi paku atau pasak pada setiap ketinggian tertentu (misal setiap 5 cm) untuk menyimpan mistar lompatan.
Modifikasi lompat galah. Mengayun, menggantung dan melompat-lompat merupakan
gerak-gerak yang sangat disenangi oleh anak-anak. Gerak menggantung dan mengayun yang
juga merupakan gerak dasar lompat galah dapat dilakukan pada seutas tambang yang digantung pada cabang pohon atau pada palang kayu di ruangan. Modifikasi gerak melempar. Banyak alat yang bias digunakan untuk melakukan gerak melempar seperti ; bola kasti, bola tennis, bola besar, batu, potongan genting, potongan kayu, ban sepeda bekas dll.
4. Modifikasi Sarana Pembelajaran Senam
Banyak sarana pembelajaran senam yang harus dimodifikasi oleh para pengajar agar sesuai dengan tingkat kemampuan siswa dan fasilitas yang ada di sekolah.
Modifikasi matras. Salah satu sarana pembelajaran yang sering dimodifikasi dalam senam adalah matras. Modifikasi matras untuk pembelajaran senam dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya dibuat dari karung goni yang berisikan jerami, serabut kelapa atau rumput kering. Ukurannya dapat disesuaikan dengan standar minimal, misalnya 1¼ x 2 m dengan tinggi 10-15 cm. Modifikasi bangku Swedia. Bangku Swedia akan sangat berguna untuk belajar keseimbangan. Apabila sarana pembelajaran bangku Swedia yang sebenarnya tidak ada, guru dapat memodifikasinya dengan menggunakan kayu atau papan. Ukurannya disesuaikan dengan kayu atau papan yang ada, misalnya panjang antara 3-4 m dengan tebal 3-3½ cm.
5. Modifikasi Sarana Pembelajaran Permainan
Banyak sarana pembelajaran permainan yang harus dimodifikasi agar pembelajaran permainan tersebut tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum. Salah satu sarana pembelajaran yang harus dimodifikasi adalah bola. Misalnya dalam pembelajaran bola voli, bola yang dapat digunakan antara lain dapat dibuat dari balon, bola karet yang ringan, bola plastik atau bola yang sebenarnya. Demikian juga untuk keperluan sarana pembelajaran permainan lainnya, seperti sepakbola, bola tangan dan perainan kecil. Untuk keperluan tersebut, bola dapat dibuat dari bola plastik, bola karet, bola yang dibuat dari koran atau bahkan bola yang dibuat dari kain bekas.
6. Modifikasi Sarana Pembelajaran Olahraga Pilihan
Banyak sarana pembelajaran olahraga pilihan yang harus dimodifikasi agar pembelajaran tersebut tetap dapat dilaksanakan sesuai dengan tuntutan kurikulum. Salah satu sarana pembelajaran yang harus dimodifikasi adalah raket, bet, net, lapangan dan ukuran. Modifikasi alat pemukul. Untuk pembelajaran bulutangkis dan tenis meja, siswa dapat menggunakan raket atau bet yang dibuat dari kayu, triplek atau bahan lain yang bisa digunakan untuk memukul. Ukuran dan bentuk bet atau raket tersebut dapat bervariasi sesuai dengan bahan yang ada di sekolah. Modifikasi objek pukulan. Salah satu ciri khas olahraga permainan yang menggunakan alat pemukul adalah selalu adanya objek yang dipukul. Beberapa objek yang dipukul tersebut adalah kok (bola bulu), bola pingpong, bola tenis dan bola kasti. Apabila objek yang dipukul tersebut tidak cukup tersedia di sekolah, para guru dapat memodifikasinya dengan cara menggunakan objek lain sebagai penggantinya. Misalnya dengan menggunakan bola yang dibuat dari plastik, karet, kertas koran atau bahkan bola yang dibuat dari kain bekas.
7. Modifikasi Sarana Pembelajaran Lainnya
Selain sarana pembelajaran untuk mengajar olahraga resmi sebagaimana tercantum dalam kurikulum, para guru sering pula mengajar aktivitas-aktivitas lain yang berhubungan dengan
pengambangan kemampuan gerak siswa. Untuk itu para guru sering kali memerlukan alat. Beberapa alat tersebut dapat memanfaatkan bahan-bahan yang mudah diperoleh di lingkungan sekitar sekolah, yang antara lain meliputi : Ban mobil bekas. Ban mobil bekas dapat digunakan untuk latihan loncat-loncat, latihan lompat tinggi. Untuk keperluan latihan loncat-loncat, ban tersebut dapat disusun berdampingan satu sama lain. Untuk keperluan latihan lompat tinggi, ban tersebut dapat ditumpuk (2-3 ban) dan di atasnya memakai matras. Kaleng susu bekas. Kaleng susu bekas dapat dimanfaatkan untuk latihan keseimbangan. Bentuk latihan keseimbangan dengan menggunakan kaleng susu ini sangat bervariasi, misalnya dijadikan permainan enggrang atau dijadikan balok titian. Untuk membuat permainan enggrang dari kaleng susu, lubangi kaleng susu tersebut selanjutnya masukkan tali sepanjang kurang lebih 1 meter .
2.4 Prosedur Pembelajaran
Secara umum, prosedur pembelajaran dilakukan melalui 3 tahapan yaitu : Kegiatan pendahuluan, Kegiatan inti, dan Kegiatan akhir dan tindak lanjut.
1. Kegiatan Pendahuluan
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan pendahuluan, yaitu :
1) Menciptakan Kondisi Awal Pembelajaran, meliputi: membina keakraban, menciptakan kesiapan belajar peserta didik dan menciptakan suasana belajar yang demokratis.
2) Apersepsi/Pre test, meliputi : kegiatan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan materi sebelumnya, memberikan komentar atas jawaban yang diberikan peserta didik dan membangkitkan motivasi dan perhatian peserta didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan bahwa dalam kegiatan pendahuluan, perlu dilakukan pemanasan dan apersepsi, didalamnya mencakup: (a) bahwa pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami peserta didik. (b) motivasi peserta didik ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna bagi peserta didik. dan (c) peserta didik didorong agar tertarik untuk mengetahui hal-hal yang baru.
2. Kegiatan Inti
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan inti, yaitu :
1) Menyampaikan tujuan yang ingin dicapai, baik secara lisan maupun tulisan.
2) Menyampaikan alternatif kegiatan belajar yang akan ditempuh.
3) Membahas Materi.
Depdiknas (2003) membagi kegiatan inti ke dalam tiga tahap kegiatan yaitu: Eksplorasi, Konsolidasi pembelajaran, dan Pembentukan sikap dan perilaku.
1) Kegiatan eksplorasi merupakan usaha memperoleh atau mencari informasi baru. Yang perlu diperhatikan dalam kegiatan eksplorasi, yaitu: (a) memperkenalkan materi/keterampilan baru, (b) mengaitkan materi dengan pengetahuan yang sudah ada pada peserta didik, (c) mencari metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan penerimaaan peserta didik akan materi baru tersebut.
2) Konsolidasi merupakan merupakan negosiasi dalam rangka mencapai pengetahuan baru. Dalam kegiatan konsolidasi pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah : (a) melibatkan peserta didik secara aktif dalam menafsirkan dan memahami materi ajar baru, (b) melibatkan peserta didik secara aktif dalam pemecahan masalah, (c) meletakkan penekanan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pelajaran yang baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam lingkungan, dan (d) mencari metodologi yang paling tepat sehingga materi ajar dapat terproses menjadi bagian dari pengetahuan peserta didik.
3) Pembentukan sikap dan perilaku merupakan pemrosesan pengetahuan menjadi nilai, sikap dan perilaku. Yang perlu diperhatikan dalam pembentukan sikap dan perilaku, adalah : (a) peserta didik didorong untuk menerapkan konsep atau pengertian yang dipelajarinya dalam kehidupan sehari-hari, (b) peserta didik membangun sikap dan perilaku baru dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan pengertian yang dipelajari, dan (c) cari metodologi yang paling tepat agar terjadi perubahan sikap dan perilaku peserta didik.
3. Kegiatan Akhir dan Tindak Lanjut Pembelajaran
Udin S. Winataputra, dkk. (2003) mengemukakan hal-hal yang dilakukan dalam kegiatan akhir dan tindak lanjut pembelajaran , yaitu : (a) penilaian akhir; (b) analisis hasil penilaian akhir, (c) tindak lanjut, (d) mengemukakan topik yang akan dibahas pada waktu yang akan datang, dan (e) menutup kegiatan pembelajaran.
Mulyasa (2003) mengemukakan dua kegiatan pokok pada akhir pembelajaran, yaitu : (a) pemberian tugas dan (b) post tes. Sementara itu, Depdiknas (2003) mengemukakan dalam kegiatan akhir perlu dilakukan penilaian formatif, dengan memperhatikan hal-hal berikut: (a) kembangkan cara-cara untuk menilai hasil pembelajaran peserta didik, (b) gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan peserta didik dan masalah-masalah yang dihadapi guru, dan (c) cari metodologi yang paling tepat yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

2.5 Penerapan Prosedur Pembelajaran Pendidikan Jasmani dalam bentuk Rencana Pelaksanaan Pemebelajaran.
1. Penerapan prosedur pembelajaran dalam kelas kecil
Mata Pelajaran : pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
kelas / semester : 2 / 1
alokasi waktu : 2 x 35 menit
Standar kompetensi : Mempraktikkan variasi gerak dasar melalui permainan dan aktivitas jasmani, dan nilai nilai yang terkandung di dalamnya
Kompetensi dasar :Mempraktikkan gerak dasar melempar, menangkap, menendang dan menggiring bola ke berbagai arah dalam permainan sederhana serta nilai kerjasama, toleransi, kejujuran, tanggungjawab, menghargai lawan dan memahami diri sendiri
Indikator :
• Melakukan gerakan melempar bola sejauh jauhnya dilakukan secara perorangan atau berpasangan
• Melakukan gerakan menangkap bola dilakukan perorangan atau kelompok
• Melakukan gerakan lempar tangkap bola berpasangan.
• Melakukan gerakan menggiring bola
• Bermain sepak bola dengan peraturan yang sederhana/dimodifikasi
• Melakukan kerjasama dengan tim dan menghargai lawan dan kawan
Tujuan :
• Siswa dapat melakukan melempar
• Siswa dapat melakukan menangkap
• Siswa dapat bermain sepak bola
Materi ajar : Permainan sepak bola
Metode pembelajaran :
• Ceramah
• Demonstrasi
• Praktek

Langkah-langkah pembelajaran :
A. Kegiatan Awal:
• Siswa dibariskan menjadi empat barisan
• Mengecek kehadiran siswa
• Menegur siswa yang tidak berpakaian lengkap
• Melakukan gerakan pemanasan yang berorientasi pada kegiatan inti
• Mendemonstrasikan materi inti yang akan dilakukan/dipelajari
B. Kegiatan Inti:
• Melakukan melempar bola sejauh-jauhnya
• Melakukan menangkap bola dari beberapa arah
• Melakukan lempar tangkap bola berpasangan
• Menggiring bola perorangan atau berpasangan
• Bermain sepak bola dengan peraturan yang dimodifikasi
• Melakukan kerjasama antar tim
C. Kegiatan Akhir / Penenangan
Siswa di kumpulkan mendengarkan penjelasan dari guru tentang materi yang telah dilakukan/ diajarkan memperbaikai tentang kesalahan-kesalahan gerakan atau dalam permainan
Alat dan Sumber Belajar:
• Buku Penjaskes kls. 2
• Bola sepak
• Stop watch
• Gawang
• Pluit
Penilaian:
A. Tekhnik :
• Non Tes
B. Bentuk
• Tes Keterampilan/Perbuatan
C. Instrumen
• Soal Praktek












BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Sebagai akhir dari penyusunan makalah ini kami memberikan kesimpulan bahwa.Pelaksanaan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga di SD akan berjalan efektif apabila semua unsur bersinergi. Unsur-unsur yang ada didalamnya adalah guru, kepala sekolah dan fasilitas pendukung PBM. Guru menjadi bagian utama dalam pelaksanaan pembelajaran. Oleh karena itu, kompetensi guru harus dipelihara agar tetap memiliki motivasi untuk berinovasi dalam melakukan persiapan pembelajarannya, termasuk persiapan peserta didik. Persiapan peserta didik untuk mendapatkan pengalaman belajar dengan memberikan beberapa pengantar yang merujuk pada komponen antisipasi. Dalam membuka pelajaran guru mempersiapkan peserta didik dengan mengembangkan minat mereka pada pelajaran tersebut. Dalam mempersiapkan peserta didik guru menyampaikan apa yang akan dipelajari dan hubungannya dengan pelajaran sebelumnya dan aktivitas saat ini atau yang akan datang. Hal ini penting untuk melibatkan peserta didik secara aktif. Pertanyaan, alat bantu visual, dan diskusi kelas adalah beberapa aktivitas yang digunakan sebagai pembuka. Pembuka ini akan memberikan awal dalam pikiran para peserta didik. Oleh karena komponen pembuka ini seharusnya singkat dan padat, sehingga akan lebih memberikan kebebasan pada guru untuk mengembangkan bahan sendiri.
Fasilitas dalam pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga sangat utama, karena tanpa adanya fasilitas pembelajaran tidak akan berjalan optimal dalam mencapai tujuan. Guru sebagai kurikulum dalam pembelajaran dituntut untuk berkreasi dalam menentukan fasilitas yang tepat dan mendukung setiap pokok bahasan yang diberikan. Oleh karena itu, kemampuan melakukan modifikasi menjadi modal dasar yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan pembelajaran pendidikan jasmani dan olahraga.








DAFTAR PUSTAKA


Saputra, Yudha M. PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAH RAGA. UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA. 2010

http://Prosedur Pembelajaran _ AKHMAD SUDRAJAT TENTANG PENDIDIKAN.html
Previous
Next Post »